I. ACARA IV
: PENGARUH CAHAYA TERHADAP KEHADIRAN
SERANGGA PADA TEMPAT YANG BEREDA
II. TUJUAN : Mengatahui kehadiran serangga pada tipe/bentuk
habitat yang
berbeda.
III. TEMPAT DAN TANGGAL :
a. Tempat : Arboretum Fakultas Kehutanan Stiper
Yogyakarta
b. Tanggal : 9 September 2013
IV. TINJAUAN PUSTAKA
Berbagai peran ekologi dijalani oleh serangga di
penyimpanan. Sebagian besar serangga dipenyimpanan adalah kelompok kumbang
(coleoptera) yang berperan sebagai pemakan bahan simpan (hama), pemakan sisa,
pemakan sisa, pemakan cendawan maupun predator, baik predator obligat maupun
fakultatif. Ngengat (lepidotera) umumnya berperan sebagai hama. Sejumlah
spesies tabuhan (hymenoptera) menjadi parasitoid telur dan larva kumbang
maupun ngengat secara alami maupun karena sengaja dilepaskan manusia. Larva
suatu spesies lalat (diptera) berperan sebagai predator, sementara spesies
lainnya berperan sebagai hama di penyimpanan hortikultura. Suatu
serangga kecil, psocid (psocoptera) bisa berperan sebagai hama. Sebagai
tambahan, rayap (isoptera) dapat pula ditemukan di penyimpanan, walaupun
bukan hama secara langsung tetapi merugikan bila menyerang struktur
gudang/penyimpanan. Sebagaimana biji-bijian, metabolisme serangga juga
mempengaruhi ekosistem penyimpanan.
Serangga di penyimpanan biji-bijian dan bahan simpan
berpotensi merugikan karena merusak secara langsung maupun tidak langsung.
Kerusakan langsung terjadi karena serangga makan bahan simpan, menyebabkan
kontaminasi fisik maupun kimiawi, serta serangan terhadap kemasan, peralatan
dan struktur penyimpanan. Kerusakan bisa semakin besar karena menyebabkan
kerusakan tidak langsung seperti tumbuhnya cendawan dan kerusakan lainnya.
Kerusakan akibat hamapascapanen dapat diartikan sebagai kehilangan berat,
kehilangan kandungan gizi, kehilangan daya kecambah, sampai kehilangan
finansial.
Semua serangga yang hidup dan berkembang biak pada
bahan simpan makan biji-bijian atau produk olahan denagn kuantitas dan cara
yang berbeda-beda. Serangga seperti sitophilus, rhyzopertha dan sitotroga makan
dari dalam biji menghabiskan 25-60% endosperm biji untuk perkembangan
pradewasanya. Serangga lain seperti tribolium dan corcyra makan dari luar biji,
bagian embrio menjadi sasaran pertama sebelum beralih ke endosperm biji.
Kadang-kadang
kerusakan terbesar yang disebabkan serangga bukan karena prilaku makannya,
tetapi karena kontaminasi yang ditimbulkannya. Pada beberapa kasus, seperti
karantina misalnya, penolakan terhadap suatu produk perdagangan akibat
kontaminasi beberapa ekor serangga dalam satu kemasan kecil tidak jauh berbeda
bila serangga tersebut ditemukan dalam satu kontainer atau bahkan satu kapal.
Serangga yang mempunyai perilaku makan di dalam biji utuh sulit untuk di
deteksi keberadaannya. Kontaminasi baru terlambat diketahui setelah biji utuh
mengalami proses pengolahan
V. ALAT DAN BAHAN :
a. Alat :
tali rapia, alat tulis, kertas.
b.
Bahan : tegakan sengon
VI. CARA KERJA
1. Membuat plot dengan ukuran 1 x 1 m, pada
empat tempat yang berbeda dengan ulangan satu kali.
a. Plot yang ternaungi
b. Plot tersinari sedang
c. Plot yang tersinari sedikit
d. Plot rumput
2. Mengamati serangga apakah serangga
tersebut makan tanaman atau tidak
3. Mengamati dan mencatat serangga yang
terdapat didalam plot
VII. HASIL PENGAMATAN
1. Tabel pengamatan aktifitas serangga :
No
|
Aktifitas serangga
|
Jumlah serangga
|
Keadaan cuaca
|
Jenis serangga
|
1
|
Sedang
|
4
|
Cerah
|
Semut,
belalang, kupu- kupu, nyamuk
|
2
|
Sedang
|
4
|
Cerah
|
Semut,
belalang, kupu- kupu, nyamuk
|
3
|
Sedang
|
4
|
Cerah
|
Semut,
belalang, kupu- kupu, nyamuk
|
4
|
Sedang
|
5
|
Cerah
|
Jangkrik,
kupu-kupu belalang, ulut, kepik
|
VIII. PEMBAHASAN
Keanekaragaman
hayati telah menjadi perhatian utama para ahli ekologi dalam beberapa dekade
terakhir. Penelitian mengenai keanekaragaman hayati telah banyak dilakukan
terutama pada serangga. Hal ini disebabkan karena serangga merupakan komponen
keanekaragaman hayati yang paling besar jumlahnya, mempunyai fungsi ekologi
yang penting dan dapat menjadi indikator rusaknya lingkungan.
Keanekaragaman
serangga herbivora baik dalam hal kelimpahan dan kepunahan maupun kekayaannya
juga sangat terkait dengan tingkat tropik lainnya. Hal ini disebabkan adanya
interaksi yang terjadi, baik diantara kelompok fungsional serangga maupun
dengan tumbuhan yang selanjutnya akan membentuk keanekaragaman serangga itu
sendiri. Penurunan keanekarangaman spesies serangga herbivora dapat menimbulkan
negatif terhadap keanekaragaman musuh alami serangga-serangga herbivora
tersebut. Kemungkinan ini cukup beralasan karena serangga herbivora mendukung
hampir setengah dari jumlah spesies predator. Dalam percobaan ini, serangga
digunakan sebagai indikator mengenai keadaan hayati lingkungan.
Pada
percobaan kali ini kita melakukan pengujian terhadap tegakan suatu pohon yang
mana terdpat pada pohon sengon, disitu kita melakukan pengamatan serangga yang
menjadi hama utama yang dapat emyebabkan kegagalan pertumbuhan suatu tegakan pohon.
Dengan membuat 1 x 1 m dengan tali rapia lalu dilakukan pengamatan dan terdapat
beberapa serangga yang masih beraktifias. Dengan demikian akan diketahui
seberapa tingkat kerusakan yang ditimbulkan akibat serangga, sesuai dengan
pengamatan bahwa kerusakan masih dalam tingkat kecil sehingga memungkin belum
terlalu berbahaya untuk pertumbuhan pohon. Akan tetapi diperlukan perawatan dan
pengawasan terhadap aktifitas serangga pengganggu dan bisa dikendalikan guna
pertumbuhan yang lebih baik.
IX. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan maka dapat
diambil beberapa kesimpulan yaitu :
1.
Populasi serangga akan
selalu meningkat apabila terdpat jumlah makan yang cukup dan kondisi lingkungan
mendukung.
2.
Diperlukan perlakukan
khusus untuk pengendalian serangga guna tidak mengganggu tanaman pokok.
3.
Sesuai dengan
pengamatan maka terdpat serangga diantaranya, belalang kayu, kupu-kupu, nyamuk,
jangkrik, ulat dan kepik.
DAFTAR PUSTAKA
Prijono, Agus. 2013. Petunjuk
Praktikum Ilmu Hama
Hutan. Institut Pertanian
Stiper. Yogyakarta.
Sulthoni, A. dan Subyanto. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius.
Yogyakarta.
Sumardi dan S.M. Widyastuti. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Tjahjadi, Nur. 1996. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius.
Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar