I. ACARA I : KOLEKSI
SERANGGA
II. TUJUAN : Membuat koleksi kering dan koleksi basah bermacam-macam serangga dari
beberapa ordo dan family (catatn minimal 8 ordo).
III. TEMPAT DAN TANGGAL :
a. Tempat : Laboratorium Ilmu Hama Hutan
b. Tanggal : 2 September 2013
IV. TINJAUAN PUSTAKA :
Kerusakan hutan dapat terjadi oleh adanya aktivitas berbagai serangga yang
hidup didalamnya dengan memanfaatkan tanaman hutan sebagai tempat berkembang
dan sumber makanan. Kerusakan oleh serangga hama dapat terjadi pada semua
tumbuhan penyusun hutan, pada semua tingkatan dan semua organ tanaman. Sifat serangga yang membutuhkan banyak makanan, dan
dengan berkembangnya kebudayaan manusia (keperluan akan lahan, dan lain-lain),
serangga seringkali menyerang tanaman pertanian/perkebunan bahkan hewan ternak.
Pada awalnya, pengelolaan serangga hama banyak dilakukan dengan menggunakan
insektisida. Sejalan dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan kesadaran
manusia akan lingkungan, konsep pengelolaan hama menuju ke arah pengendalian
yang terpadu atau Pengendalian Hama Terpadu.
Untuk
mendukung proses kehidupannya, serangga memerlukan kesetimbangan dalam makan
dan pencernaan, pernafasan, peredaran, ekskresi, syaraf dan reproduksi. Saluran
makanan serangga terdiri dari foregut, midgut dan hindgut. Zat makanan yang
diperlukan serangga adalah karbohidrat, asam amino, lemak, vitamin, kolestrol,
air dan mineral.
Keluarga
besar serangga ( insecta) dikelompokkan ke dalam 28 ordo yang masing-masing
ordo memiliki ciri-ciri unik yang membedakan anatar mereka. Kelas (class)
Insecta terbagi menjadi dua subkelas (subclass) berdasarkan keberadaan organ
sayapnya, yaitu subkelas Apterygota bagi serangga-serangga yang tidak memiliki
sayap dan subkelas Pterygota bagi serangga-serangga yang memiliki sayap.
Anggota subkelas Apterygota tidak melakukan metamorfosis dalam perkembangan
tumbuh pada siklus hidupnya, sedangkan anggota kelompok (subkelas) Pterygota
biasanya mengalami metamorfosis. Serangga atau insecta hidup berdekatan dengan
manusia, mamalia, burung dan lingkungan sekitar. Dalam menjalankan peranannya
sebagai anggota komponen rantai dan hidup organisme di alam serangga ada yang
merugikan manusia dan ada pula yang menguntungkan manusia.
Di dalam subkelas Apterygota terdapat lima ordo dengan ordo yang memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu Collembola. Sedangkan anggota subkelas Pterygota mencakup dua puluh tiga ordo. Ordo terbanyak dengan jumlah jenis yang diketahui adalah Coleoptera.
Di dalam subkelas Apterygota terdapat lima ordo dengan ordo yang memiliki jumlah spesies terbanyak yaitu Collembola. Sedangkan anggota subkelas Pterygota mencakup dua puluh tiga ordo. Ordo terbanyak dengan jumlah jenis yang diketahui adalah Coleoptera.
Untuk melakukan pengamatan terbadap
serangga hama kita perlu membuat koleksi serangga. Koleksi serangga ada 2
macam, yaitu koleksi kering dan koleksi basah. Koleksi kering adlah koleksi yang dibuat dengan cara mematikan serangga dengan cairan pengawet
(formalin, air keras, atau alcohol) dan kemudian dikeringkan. Koleksi basah
adalah koleksi yang dibuat dengan
cara mematikan serangga dengan dengan cairan pengawet (formalin) dan tetap
ditaruh dapam botol yang berisi cairan pengawet tersebut.
V. ALAT DAN BAHAN
a. Alat :
- Jala penangkap
- Botol pembunuh (killing bottle )
- Pinset
- Jarum serangga
- Gabus
- Kunci
determinasi
- Kertas HVS, kertas label, pena tinta
hitam.
b. Bahan :
-
Ordo Orthoptera
(Belalang)
-
Ordo Lepidoptera (Kupu-kupu)
-
Ordo Dipteral (Lalat)
-
Ordo Hymenoptera (Lebah)
-
Ordo Homoptera (Gareng pung)
-
Ordo Hemiptera (Kepik)
-
Ordo Coleopteran (Kumbang)
-
Ordo Isopteran (Rayap)
-
Ordo Odonata (Capung)
VI. CARA KERJA
a. Menangkap
Menangkap serangga menggunakan
jala yang diayunkan kearah serangga. Pada waktu menangkap jangan lupa mencatat
tanggal penagkapan, lokasi dan tinggi tempat, nama serangga yang ditangkap
terdapat pada apa, yang dicatat pada label sementara.
b. Mematikan
Untuk serangga kecil ( lalat,
kutu, semut, rayap ), dimasukkan kedalam alcohol. Untuk serangga yang besar (
tawon, belalang dll) dimasukkan ke dalam botol pembunuh. Kupu-kupu ( butterfly
) dimatikan dengan memberikan insektisida ( minyak tanah ) pada alat
mulutnya.
c. Mengopzet
Yaitu memasang serangga yang
sudah dimatikan di atas turfblok dengan pertolongan jarum atau memasang
serangga bersayap pada spanblok dengan tujuan agar kedudukan serangga menjadi
seperti dalam kehidupan alaminya dan supaya tidak rusak. Serangga yang tubuhnya
berukuran kecil, diopzet dengan cara staging atau carding. Perhatikan penusukan
jarum untuk serangga yang diopzet.
d. Serangga
Serangga yang
sudah diopzet pada turfblok atau pada spanblok dimasukkan kedalam almari
pengering sampai serangga tersebut menjadi kering betul.
e. Mendeterminasi
Mendeterminasi serangga dengan
menggunakan kunci determinasi.
f. Menyimpan
Setelah dideterminasi,
serangga diberi etiket tetap dan disimpan didalam doos-doos yang didalamnya
diberi kamper, kemudian ditutup rapat dan disimpan pada almari koleksi. Etiket
tetap dibuat dari kertas manila berwarna putih, berukuran 7,5 x 15 cm atau
kelipatannya ( tergantung dari ukuran tubuh serangga) dan penulisan dengan pena
tinta hitam.
g. Setelah dideterminasi, serangga diberi etiket
tetap dan disimpan dalam doos-doos yang didalamnya diberi kamper, kemudian
ditutup rapat dan disimpan pada lemari koleksi. Etiket tetap dibuat dari kertas
manila berwarna putih, berukuran 7,5 x 15cm atau kelipatannya (tergantung dari
besarnya ukuran tubuh serangga) dan penulisan dengan pena tinta berwarna hitam.
VII. HASIL PENGAMATAN
a. Klasifikasi Ordo :
1. Ordo Orthoptera
Arti :
Orthos : lurus
Pteron :
sayap
Ciri-ciri umum :
a. Sayap :
lurus
b. Tipe mulut :
penggigit – pengunyah
c. Metamorfosis : sempurna
d. Kunci determinasi : 1a, 2a, 3b, 4b, 6b, 7b
e. Contoh :
Belalang (Valanga nigricornis Burn.)
f. Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Orthoptera
Family : Acrididae
Genus : Valanga
Spesies : Valanga nigricornis Burn.
2. Ordo Lepidoptera
Arti :
Lepidos : sisik
Pteron :
sayap
Ciri-ciri umum :
a. Sayap : bersisik,sayap depan lebih
besar dari sayap belakang.
b. Tipe mulut :
penghisap
c. Metamorfosis : sempurna
d. Kunci determinasi : 1a,2b,8b,14a
e. Contoh :
kupu-kupu (Julia
heliconian)
f. Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Lepidoptera
Family : Saturniidae
Genus : Julia
Spesies : Julia heliconian
3. Ordo Dipteral
Arti :
Di : dua
Pteron :
sayap
Ciri-ciri umum :
a. Sayap :
1 pasang
b. Tipe mulut :
penghisap
c. Metamorfosis : sempurna
d. Contoh :
lalat (Glossina morsitans)
e. Kunci determinasi : 1a,2b,8a,9b,10b,11b,13a
f. Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Diptera
Family : Tephritidae
Genus : Glossina
Spesies : Glossina morsitans
4. Ordo Hymenoptera
Arti :
Hymen : selaput
Pteron :
sayap
Ciri-ciri umum :
a. Sayap :
2 pasang, bersifat membran
b. Tipe mulut :
penghisap
c. Metamorfosis : sempurna
d. Contoh :
Semut (Solenopsis molesta)
e. Kunci determinasi : 1a,2b,8b,14b,15b,16b,17a,18b,19a
f. Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo :
Hymenoptera
Family : Formicidae
Genus : Solenopsis
Spesies : Solenopsis molesta
5. Ordo homoptera
Arti :
hemi : setengah
pteron : sayap
Ciri –ciri
umum :
a.
sayap : bersayap setengah
b.
Tipe mulut : Penusuk dan penghisap
c
. metamorfosis
: tidak sempurna
d.
Kunci determinasi : 1a,2a,3b,4a,5a
e.
Contoh : Garengpung
f.
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
6. Ordo Hemiptera
Arti :
Hemi : setengah
Pteron :
sayap
Ciri-ciri umum :
a. Sayap :
sayap depan separoh mengeras
b. Tipe mulut :
penghisap
c. Metamorfosis : sederhana
d. Contoh :
Kepik (Polamena prasina)
e. Kunci determinasi : 1a,2a,3b,4a,5a
f. Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Family : Coreidae
Genus : Polamena
Spesies : Polamena prasina
7. Ordo Coleoptera
Arti :
Coleos : seludang
Pteron :
sayap
Ciri-ciri umum :
a. Sayap : sayap depan keras menanduk, sayap
belakang membraneus dan melipat di bawah sayap
depan saat tidak digunakan.
b. Tipe mulut :
penggigit- pengunyah
c. Metamorfosis : sederhana
d. Contoh :
kumbang (Hylobius abietis)
e. Kunci determinasi : 1a,2a,3b,4b,6b,7a
f. Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo :
Coleoptera
Family : Scarabaeidae
Genus : Hylobius
Spesies : Hylobius abietis
8. Ordo Isoptera
Arti :
Iso : sama
Pteron :
sayap
Ciri-ciri umum :
a. Sayap :
sayap dua pasang yang sama bentuknya
b. Tipe mulut :
penggigit- pengunyah
c. Metamorfosis : sederhana
d. Contoh :
Laron (Chelisoches morio)
e. Kunci determinasi : 1a,2b,8b,14b,15b,16b,17b,21b,22a
f. Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Isoptera
Family : Forticulidae
Genus : Chelisoches
Spesies : Chelisoches morio
9. Ordo Odonata
Arti :
Odo : sama
Pteron :
sayap
Ciri-ciri umum :
a. Sayap :
sayap dua pasang
b. Tipe mulut :
penggigit- pengunyah
c. Metamorfosis : sederhana
d. Contoh : Capung (Neurothemis
sp.)
e. Kunci determinasi : 1a,2B,8b,14b,15b,16b,17b,21a
f. Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Odonata
Family : Coenagrionidae
Genus : Neurothemis
Spesies : Neurothemis
sp.
VIII. PEMBAHASAN
Koleksi serangga
menjadi sangat penting dimana serangga kian lama jumlah serangga kian tambah,
maka dari itu diperlukan pengetahuan penting tentang serangga dan dapat
mengatasinya denagn menggunakn metode yang benar, serta mengetahi berbagai
macam serangga menurut ordo –ordonya.
Secara garis besar, ada dua cara
pengawetan obyek biologi, yaitu pengawetan basah dan pengawetan kering. Pengawetan
basah dilakukan dengan mengawetkan obyek biologi dalam suatu cairan pengawet.
Pengawetan kering dilakukan dengan mengeringkan obyek biologi hingga kadar air
yang sangat rendah, sehingga organism perusak/penghancur tidak bekerja.
Pengawetan basah dilakukan bagi hewan
tidak bercangkang yang ukurannya relatif besar, direndam dalam larutan
pengawet. Pengawetan kering untuk organisme yang berukuran relatif besar
biasanya dilakukan dengan cara mengeringkan dengan sinar matahari atau dengan
oven dan selanjutnya agar lebih awet dapat disimpan dalam media pengawet
resin . Obyek yang dapat dijadikan sebagai specimen utama
dalam pengawetan basah maupun kering merupakan objek biologi yang berukuran
kecil hingga yang berukuran besar.
Koleksi serangga merupakan salah satu
kegiatan wajib dalam ilmu serangga untuk mendukung kajian-kajian biologi pada
serangga. Kegiatan koleksi serangga adalah kegiatan mengumpulkan serangga, dan
dianggap menjadi upaya awal manusia dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu
serangga. Bagi sebagian besar orang, kegiatan ini sangat menarik, dan sering
digunakan sebagai salah satu cara untuk rekreasi. Sementara bagi seorang
entomologiwan, koleksi menjadi pintu pembuka untuk memahami perikehidupan
serangga yang rumit.
Hal pertama yang harus Anda pahami pada
koleksi adalah jenis serangga yang ingin Anda koleksi beserta penjelasan
bioekologinya. Misalnya, jika Anda tertarik untuk mengoleksi sibar-sibar atau
capung, maka Anda dapat mencari mereka di daerah yang berair, misalnya di
sungai, sawah berair, danau, dan tempat-tempat lain sejenis. Namun, jika Anda
berminat mengoleksi kupu-kupu, maka Anda dapat mencarinya di daerah-daerah yang
masih ditumbuhi tumbuhan berbunga. Anda harus ingat, bahwa kupu-kupu amat mudah
ditemukan pada bunga-bunga yang menyediakan serbuk sari dan madu.
IX. KESIMPULAN
Dari praktikum yang dilakukan maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1.
Secara morfologi, tubuh belalang dewasa dapat dibedakan
menjadi tiga bagian utama, yaitu kepala (caput), dada (thorax), dan perut
(abdomen).
2.
Tipe mulut pada belalang adalah penggigit dan penguyah
yang memiliki bagian-bagian labrum, sepasang mandibula, sepasang maxilla dengan
masing-masing terdapat palpus maxillarisnya, dan labium dengan palpus labialisnya.
3.
Belalang mengalami metamorfose sederhana
(paurometabola) dengan perkembangan melalui tiga stadia yaitu telur --->
nimfa ---> dewasa (imago).
DAFTAR PUSTAKA
Prijono, Agus. 2013. Petunjuk
Praktikum Ilmu Hama
Hutan. Institut Pertanian
Stiper. Yogyakarta.
Sulthoni, A. dan Subyanto. 1991. Kunci Determinasi Serangga. Kanisius.
Yogyakarta.
Sumardi dan S.M. Widyastuti. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Hutan. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Tjahjadi, Nur. 1996. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius.
Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar